Minggu, 12 November 2017

Keberlakuan Partai Politik berdasarkan asas Hukum Tata Negara di Indonesia


Dibuat oleh : Jesica Maudy (02011381621439)
Tugas mata kuliah : Hukum Konstitusi (B)
Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Partai politik merupakan saluran aspirasi bagi rakyat yang penting bagi sebuah Negara. Keberadaan partai politik dalam kehidupan bernegara adalah suatu keniscayaan utamanya bagi Negara yang demokrasi sebagai salah satu pilar penting untuk mewujudkan Negara yang madani. Beberapa pakar mencoba mendefinisikan partai politik di antaranya:
1.      Max Weber
Partai politik didefinisikan sebagai organisasi publik yang bertujuan untuk membawa pemimpinnya berkuasa dan memungkinkan para pendukungnya (politisi) untuk mendapatkan keuntungan dari dukungan tersebut.
2.      Seilere
Partai politik adalah organisasi yang bertujuan untuk membentuk opini publik.
3.      Duverger
Partai politik sebagai suatu organisasi yang khas, partai politik di,ihat sebagai suatu bentuk organisasi yang berbeda dengan organisasi lain.
4.      Ranney dan Kendall
Partai politik dilihat sebagai ‘autonomos groups that make nominationsand contest elections in the hope of eventually gaining and exercise controlof the personnel and policies of government (grup atau kelompok masyarakat yang memiliki tingkat otonomi tinggi untuk mencalonkan dan terlibat dalam pemilu dengan harapan mendapatkat serta menjalankan control atas birokrasi dan kebijakan public).
5.      Crowe dan Mayo
Partai politik adalah institusi yang mengaktifkan dan memobilisasi orang, kepentingan, menyediakan instrument kompromi dari beragam pendapat, dan memfasilitasi munculnya seorang pemimpinan.
6.      Carl J. Friedrich
Partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini, memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil serta materiil (A political, partai is a group of human beings, stably organized with the objective of securing or maintaining for its leaders the control of a government, with the further objective of going to members of the party, through such control ideal and material benefits and advantages).[1]
7.      Sigmund Neumann
Partai politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat melalui persaingan dengan suatu golongan atau golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda (A political party is the articulate organization of society active political agents, those who are concerned with the control of governmental polity power, and who compate for popular support with other group of groups holding divergent views).[2]

FUNGSI PARTAI POLITIK
Pelaksanaan fungsi atau peran partai di masing-masing Negara berbeda-beda tergantung pada kondisi Negara tersebut. Ciri khas Negara baik ditinjau dari corak pemerintahan, sistem pemerintahan, bentuk Negara, dan bentuk pemerintahannya akan sangat menentukan fungsi partai politik suatu Negara. Di Negara yang bercorak demokratis partai lebih leluasa menjalankan fungsinya sesuai harkatnya yakni menjadi wahana bagi warga negara untuk berpartisipasi dalam pengelolaan kehidupan bernegara dan memperjuangkan kepentingannya di hadapanan penguasa atau pemerintah. Sebaliknya di negara yang bercorak otoriter, partai tidak dapat menunjukkan harkatnya, tetapi lebih banyak menjalankan kehendak penguasa.[3]

Menurut Dwight King, peran utama parpol terbagi menjadi tiga macam yaitu:
1.      Memberikan jembatan institutional antara warga negara dan pemerintah.
2.      Menggodok dan menghasilkan kebijakan-kebijakan yang ditawarkan kepada rakyat pemilih dan untuk dilaksanakan oleh pemerintah hasil pemilu.
3.      Jalur bagi proses kaderisasi dan seleksi politis untuk mengisi jabatan publik.

Menurut Gaffar dan Amal dalam kepustakaan Ilmu Politik, parpol mempunyai peranan yaitu:
1.      Dalam proses pendidikan politik.
2.      Sebagai sumber rekrutmen para pemimpin bangsa guna mengisi berbagai macam posisi dalam kehidupan bernegara.
3.      Sebagai lembaga yang berusaha mewakili kepentingan masyarakat.
4.      Sebagai penghubung antara penguasa dan rakyat.

Menurut James Rosnau, ada dua peranan penting parpol dalam linkage politik, yaitu:
1.      Sebagai institusi yang bersifat pentratif (penetrative linkage/hubungan erat), dalam arti sebagai lembaga yang ikut memainkan peranan dalam proses pembentukan kebijakan Negara.
2.      Sebagai “reactive linkage (hubungan interaksi)”, yaitu lembaga yang melakukan reaksi atas kebujakan yang dikeluarkan oleh Negara.

Menurut Clark, ada enam model keterkaitan yang diperankan parpol, yaitu:
1.      Participatory Linkage (hubungan partisipan), yaitu ketika partai berperan sebagai agen di mana warga biasa berpartisipasi dalam politik.
2.      Electoral Linkage (hubungan pemilih), di mana pemimpin partai mengontrol berbagai elemen dalam proses pemilihan.
3.      Responsive Linkage (hubungan timbal balik), yaitu ketika partai bertindak sebagai agen untuk meyakini bahwa pejabat pemerintah bertindak responsive terhadap pemilih.
4.      Clientelistic Linkage (hubungan klien), yaitu pada saat partai bertindak sebagai sarana memperoleh suara.
5.      Directive Linkage (hubungan petunjuk), yaitu pada saat partai berkuasa mengontrol tindakan warga.
6.      Organization Linkage (hubungan organisasi), yaitu pada saat terjadi hubungan antara elit partai dan elit organisasi dapat membolisasi atau “mengembosi” dukungan suatu parpol.

Parpol baik dalam sistem politik demokrasi maupun sistem politik totaliter, juga melaksanakan sejumlah fungsi lain, yaitu:
1.      Sosialisasi Politik
2.      Rekrutmen Politik
3.      Partisipasi Politik
4.      Pemadu kepentingan
5.      Komunikasi Politik
6.      Pengendalian Konflik
7.      Kontrol Politik

Menurut Nico Harjanto, fungsi-fungsi utama parpol adalah:
1.      Untuk menyerap dan menyalurkan aspirasi dan kepentingan rakyat.
2.      Melakukan pendidikan politik kepada masyarakat tentang hak dan kewajiban warga Negara dalam kehidupan bernegara.
3.      Melakukan rekrutmen politik secara demokratis sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku untuk mengisi jabatan-jabatan public di semua tingkatan pemerintahan.
4.      Memformulasi dan menetapkan kebijakan umum melalui istitusi legislative dan eksekutif dimana tingkatan pemerintahan.
5.      Melakukan pengawasan atas pelaksanaan kebijakan public melalui para kadernya di lembaga legislative.
6.      Menjadi penengah antara kepentingan/aspirasi rakyat dengan pemerintah beserta kebijakan-kebijakannya.
7.      Menjadi alat pengontrol kepentingan pribadi politisi yang duduk sebagai wakil rakyat maupun pejabat public. Jika tidak ada parpol, maka akan sulit mengelola kepentingan pribadi dan menjaga akuntabilitas para politisi dan pejabat politik, yang tentunya memiliki beragam kepentingan yang berbeda.

Kesimpulan dari pembahasan ini, fungsi parpol menurut penulis sendiri berdasarkan penjelasan-penjelasan ilmuwan di atas, yaitu:
1.      Komunikasi politik.
2.      Perwakilan.
3.      Konvensi, artikulasi kepentingan, dan agregasi.
4.      Pendidikan politik.
5.      Integrasi (partisipasi politik, sosialisasi politik, dan mobilisasi politik).
6.      Persuasi dan represi.
7.      Kaderisasi.
8.      Rekrutmen Politik.
9.      Membuat Pertimbangan, perumusan, kebijakan dan control terhadap pemerintah.
10.  Mengkoordinasi lembaga-lembaga pemerintah.
11.  Alat pengontrol kepentingan pribadi politisi yang duduk sebagai wakil rakyat maupun pejabat public.
12.  Fungsi dukungan (Supportive function) atau dapat dirinci sebagai berikut:
1)      Sarana komunikasi politik; menyalurkan beragam pendapat dan aspirasi serta mengaturnya supaya kesimpangsiuran berkurang. Disebut juga fungsi interest aggregation dan interest articulation.
2)      Sarana sosialisasi politik; proses yang menentukan sikap dan orientasi seseorang terhadap fenomena politik, regenerasi normal dan nilai, memperjuangkan kepentingan umum.
3)      Sarana rekrutment politik; mencarindan mengajak orang berbakat untuk aktif dalam kegiatan politik sebagai kader, untuk memilih pemimpin.
4)      Untuk mengelola konflik (conflict management); karena persaingan dan perbedaan pendapat diasumsikan sebagai hal yang wajar dalam demokrasi, partai berusaha mengatasi kemungkinan konflik dengan kekerasan.

KLASIFIKASI PARTAI POLITIK
Partai politik senantiasa mengalami perkembangan dari masa ke masa sejalan dengan demokrasi dan pemerintahan baik secara revolusi maupun evolusi.

Menurut Puhie, ada enam faktor penting yang mempengaruhi evolusi partai politik yaitu:
1.      The electoral dimension (Dimensi pemilihan)
2.      Theinterests of the party constituency (Kepentingan dari konstituen partai)
3.      Party organization (Organisasi partai)
4.      The party system (System partai)
5.      Policyformulation (Perumusan Kebijakan)
6.      Policy implementation (Implementasi kebijakan)

Sigmun Neumann menjelaskan salah satu tipologi partai berdasarkan struktur para pengikutnya, yaitu: Partai kelas, yang hanya mengarahkan suaranya kepada sebagian khusus saja dari penduduk. Contoh yang paling menonjol dari program kelas, yaitu Manifestasi Komunis, membenarkan pendapatnya dengan mayoritas yang besar sekali dan bahwa kediktatoran proletar akan mengarahkan program ke pembauran semua kelas, dan arena itu ke pembebasan masyarakat secara keseluruhan.

Penggolongan partai politik berdasarkan asas dan orientasi dan partai politik dalam hal ini ada tiga bentuk:
1.      Parpol Pragmatis ialah suatu partai yang mempunyai program dan kegiatan yang tak terikat kaku pada suatu doktrin dan ideologi tertentu. Artinya, perubahan waktu, situasi dan kepemimpinan akan juga mengubah program, kegiatan dan penampilan parpol tersebut. Penampilan parpol pragmatis cenderung merupakan cerminan dari pro­gram-program yang disusun oleh pemimpin utamanya dan gaya kepemimpinan sang pemimpin. Partai pragmatis, biasanya muncul dalam sistem dua par­tai berkompetisi yang relatif stabil. Contoh: Partai Demokrat dan Partai Republik di AS.
2.      Parpol Doktriner ialah suatu partai politik yang memiliki sejumlah program dan kegiatan kongkrit sebagai penjabaran ideologi. Partai ini biasanya terorganisasikan secara agak longgar. Hal ini tidak berarti partai politik pragmatis tidak memiliki ideologi se­bagai identitasnya. Dalam program dan gaya kepemim­pinan terdapat beberapa pola umum yang merupakan pen­jabaran ideologi. Namun ideologi yang dimaksud lebih merupakan sejumlah gagasan umum daripada sejumlah doktrin dan program kongkrit yang siap dilaksanakan. Ideologi yang dimaksud ialah seperangkat nilai politik yang dirumuskan secara kongkrit dan sistematis dalam bentuk program-program kegiatan yang pelaksanaannya diawasi secara ketat oleh aparat partai. Pergantian kepemimpinan mengubah gaya kepe­mimpinan pada tingkat tertentu, tetapi tidak mengubah prinsip dan program dasar partai karena ideologi partai sudah dirumuskan secara kongkrit dan partai ini terorga­nisasikan secara ketat. Partai Komunis di mana saja meru­pakan contoh partai doktriner. Dan PKS pun sepertinya lebih dekat dengan klasifikasi partai doktriner ini. Contoh: Partai Komunis
3.      Parpol Kepen­tingan merupakan suatu parpol yang dibentuk dan dike­lola atas dasar kepentingan tertentu, seperti petani, buruh, etnis, agama, atau lingkungan hidup yang secara langsung ingin berpartisipasi dalam pemerintahan. Partai ini sering ditemui dalam sistem banyak partai, tetapi kadangkala terdapat pula dalam sistem dua partai berkompetisi namun tak mampu mengakomodasikan sejumlah kepentingan da­lam masyarakat. Contoh: Partai HIjau di Jerman, Partai Buruh di Australia, dan Partai Petani di Swiss.

Penggolongan partai berdasarkan tingkat komitmen partai terhadap ideologi dan kepentingan menurut Ikhlasul Amal terdapat lima jenis parpol, yakni:
1.      Partai Proto adalah tipe awal partai politik sebelum mencapai tingkat perkembangan seperti dewasa ini. Ciri yang paling menonjol partai ini adalah pembedaan antara kelompok anggota atau “ins” dengan non-anggota “outs”. Selebihnya partai ini belum menunjukkan ciri sebagai partai politik dalam pengertian modern. Karena itu sesungguhnya partai ini adalah faksi yang dibentuk berdasarkan pengelompokkan ideologi masyarakat.
2.      Partai Kader merupakan perkembangan lebih lanjut dari partai proto. Keanggotaan partai ini terutama berasal dari golongan kelas menengah ke atas. Akibatnya, ideologi yang dianut partai ini adalah konservatisme ekstrim atau maksimal reformis moderat.
3.      Partai Massa, muncul saat terjadi perluasan hak pilih rakyat sehingga dianggap sebagai respon politis dan organisasional bagi perluasan hak-hak pilih serta pendorong bagi perluasan lebih lanjut hak-hak pilih tersebut. Partai massa berorientasi pada pendukungnya yang luas, misalnya buruh, petani, dan kelompok agama, dan memiliki ideologi cukup jelas untuk memobilisasi massa serta mengembangkan organisasi yang cukup rapi untuk mencapai tujuan-tujuan ideologisnya.
4.      Partai Diktatorial, sebenarnya merupakan sub tipe dari parti massa, tetapi meliki ideologi yang lebih kaku dan radikal. Pemimpin tertinggi partai melakukan kontrol yang sangat ketat terhadap pengurus bawahan maupun anggota partai. Rekrutmen anggota partai dilakukan secara lebih selektif daripada partai massa.
5.      Partai Catch-all, merupakan gabungan dari partai kader dan partai massa. Istilah Catch-all pertama kali di kemukakan oleh Otto Kirchheimer untuk memberikan tipologi pada kecenderungan perubahan karakteristik. Catch-all dapat diartikan sebagai “menampung kelompok-kelompok sosial sebanyak mungkin untuk dijadikan anggotanya”. Tujuan utama partai ini adalah memenangkan pemilihan dengan cara menawarkan program-program dan keuntungan bagi anggotanya sebagai pengganti ideologi yang kaku.

Menurut Richard S. Katz, membagi tipe parpol berdasarkan basis dukungannya, terbagi menjadi empat tipe, yaitu:
1.      Partai Elit – Partai jenis ini berbasis lokal, dengan sejumlah elit inti yang menjadi basis kekuatan partai. Dukungan bagi partai elit ini bersumber pada hubungan client (anak buah) dari elit-elit yang duduk di partai ini. Biasanya, elit yang duduk di kepemimpinan partai memiliki status ekonomi dan jabatan yang terpandang. Partai ini juga didasarkan pada pemimpin-pemimpin faksi dan elit politik, yang biasanya terbentuk di dalam parlemen.
2.      Partai Massa – Partai jenis ini berbasiskan individu-individu yang jumlahnya besar, tetapi kerap tesingkirkan dari kebijakan negara. Partai ini kerap memobilisasi massa pendukungnya untuk kepentingan partai. Biasanya, partai massa berbasiskan kelas sosial tertentu, seperti “orang kecil”, tetapi juga bisa berbasis agama. Loyalitas kepada partai lebih didasarkan pada identitas sosial partai ketimbang ideologi atau kebijakan.
3.      Partai Catch-All – Partai jenis ini di permukaan hampir serupa dengan Partai Massa. Namun, berbeda dengan partai massa yang mendasarkan diri pada kelas sosial tertentu, Partai Catch-All mulai berpikir bahwa dirinya mewakili kepentingan bangsa secara keseluruhan. Partai jenis ini berorientasi pada pemenangan Pemilu sehingga fleksibel untuk berganti-ganti isu di setiap kampanye. Partai Catch-All juga sering disebut sebagai Partai Electoral-Professional atau Partai Rational-Efficient.
4.      Partai Kartel - Partai jenis ini muncul akibat berkurangnya jumlah pemilih atau anggota partai. Kekurangan ini berakibat pada suara mereka di tingkat parlemen. Untuk mengatasi hal tersebut, pimpinan-pimpinan partai saling berkoalisi untuk memperoleh kekuatan yang cukup untuk bertahan. Dari sisi Partai Kartel, ideologi, janji pemilu, basis pemilih hampir sudah tidak memiliki arti lagi.
5.      Partai Integratif - Partai jenis berasal dari kelompok sosial tertentu yang mencoba untuk melakukan mobilisasi politik dan kegiatan partai. Mereka membawakan kepentingan spesifik suatu kelompok. Mereka juga berusaha membangun simpati dari setiap pemilih, dan membuat mereka menjadi anggota partai. Sumber utama keuangan mereka adalah dari iuran anggota dan dukungan simpatisannya. Mereka melakukan propaganda yang dilakukan anggota secara sukarela, berpartisipasi dalam bantuan-bantuan sosial.

SISTEM KEPARTAIAN
            Pembelajaran tentang partai politik tidak cukup hanya mengklasifikasikan ukuran-ukuran tertentu. Diperlukan juga pengamatan terhadap hubungan pola tingkah laku dari suatu sistem. Sistem semacam ini lazim disebut dengan istilah sistem kepartaian (Party systems).
            Menurut Maurice Duverger dalam bukunya Political Parties, membagi sistem kepartaian menjadi tiga kategori yaitu:[4]
1.         Sistem Satu Partai (sistem partai tunggal), Sistem satu partai menunjukkan bahwa dalam sebuah negara hanya terdapat satu buah partai yang dominan atau merupakan partai satu-satunya dalam negara tersebut. Sistem kepartaian seperti ini dinamakan non-kompetitif oleh karena partai-partai yang ada harus menerima pimpinan dari partai yang dominan dan tidak dibenarkan bersaing secara merdeka melawan partai itu. Contoh Negara dengan sistem partai-tunggal: China, Kuba, Uni Soviet sebelum pecah.
2.         Sistem Dwi-Partai, adalah sistem dimana dalam sebuah negara hanya ada dua buah partai politik yang dominan. Biasanya dalam sebuah negara tersebut ada lebih dari dua buah partai politik, namun hanya dua partai yang besar yang memainkan perannya secara dominan dalam pemilihan. Contoh Negara dengan sistem dwi-partai: Inggris, AS, Filipina, dan Kanada. (Umumnya Negara-negara dengan sistem hukum anglo-saxon).
3.         Sistem Multi Partai, Sistem banyak partai menunjukkan bahwa suatu negara terdapat lebih dari dua partai politik yang dominan. Pada umumnya negara yang menganut sistem banyak partai adalah negara yang masyarakatnya bersifat majemuk. Kemajemukan masyarakat dapat ditunjukkan dengan terdapatnya bermacam-macam perbedaan sosial, seperti ras, suku, agama dan status. Contoh negara penganut sistem Multi Partai: Indonesia, Malaysia, Belanda, dan Prancis.

Sistem kepartaian menurut Giovani Sartori, 1996, ada beberapa jenis sistem kepartaian yaitu:
1.         Sistem satu partai (one party system)
2.         Sistem hegemoni (hegemonic system)
3.         Sistem predominan (predominant system)
4.         Sistem dua partai (two party system)
5.         Pluralisme terbatas (limited pluralism)
6.         Pluralisme ekstrem (extreme pluralism)
7.         Sistem atomisasi (atomized system)

Adapun di Indonesia beberapa sistem kepartaian yang dikenal antara lain:
1.         Partai Islam tertutup (keanggotaannya lebih diutamakan penduduk beragama islam). Misal: PPP, PBB, PKS.
2.         Partai Islam terbuka (berbasis kultur Islam dan organisasi massa Islam, tetapi proses rekrutmen anggota bersifat terbuka). Misal: PAN (Muhammadiyah), PKB (NU).
3.         Partai kebangsaan yang berwatak pluralism dan netral agama. Misal: PDIP, Golkar, Demokrat.
4.         Partai-partai kecil: non-islam berbasis agama. Misal: PDS. Partai aliran kiri, missal: PRD.

Berdasarkan hukum positif yang berlaku yaitu UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, pembentukan partai politik diatur pada Pasal 2 UU No. 2 Tahun 2008 tentang partai politik yaitu bahwa pendirian partai politik harus didaftarkan ke Kementerian Hukum dan HAM dengan syarat:[5]
1.         Memiliki akta notaries pendirian partai politik.
2.         Didirikan dan dibentuk sekurang-kurangnya 50 warga negara Republik Indonesia yang telah berusia 21 tahun dengan akta notaries.
3.         Mempunyai kepengurusan paling sedikit 60% dari jumlah provinsi, 50% dari jumlah Kabupaten/Kota pada setiap provinsi yang bersangkutan, dan 25% dari jumlah kecamatan pada setiap Kabupaten/Kota pada daerah yang bersangkutan
4.         Memiliki nama, lambang, tanda gambar yang tidak mempunyai persaman pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambing dan tanda gambar yang telah dipakai secara sah oleh partai politik lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
5.         Mempunyai kantor tetap.
6.         Memiliki rekening atas nama partai politik.

UU No. 2 Tahun 2008 mengatur tentang pembubaran partai politik yaitu bahwa partai politik itu bubar apabila:[6]
1.         Membubarkan diri atas keputusan sendiri
2.         Menggabungkan diri dengan partai politik lain, atau
3.         Dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi
Selama ini MK belum pernah menerima permohonan pembubaran partai politik. Tata cara atau prosedur pengajuan permohonan pembubaran partai politik alas an-alasan, para pihak yang boleh mengajukan permohonan pembubaran partai politik di atur dalam UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.[7]

KESIMPULAN
Dalam hal ini, Partai Politik merupakan saluran aspirasi bagi rakyat yang penting bagi sebuah Negara. Keberadaan partai politik dalam kehidupan bernegara adalah suatu keniscayaan utamanya bagi Negara yang demokrasi sebagai salah satu pilar penting untuk mewujudkan Negara yang madani. Serta memiliki fungsi dan klasifikasi yang berbeda-beda tergantung pada kondisi Negara tersebut

DAFTAR PUSTAKA
Ichlasul Amal. 1996. Teori-teori Mutakhir Partai Politik Edisi Revisi. Yogyakarta: Penerbit Tiara Wacana
Khelda Ayunita, S.H., M.H. dan Abd. Rais Asman, S.H., M.H. 2016 Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media.
Miriam Budiardjo, 1985. Dasar-Dasar Ilmu Politik,. Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama.


[1] Friedrich, Constitutional Government and Democrary, Hal. 419
[2] Sigmund Neumann. Modern Political Parties, dalam Comparative Politics: A Reader, diedit oleh Harry dan David E.Apter, London: The Press of Glencoe, 1963, Hal. 352.
[3] Ichlasul Amal. 1996. Teori-teori Mutakhir Partai Politik Edisi Revisi. Yogyakarta: Penerbit Tiara Wacana
[4] Miriam Budiardjo, 1985. Dasar-Dasar Ilmu Politik,. Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama
[5] Pasal 2 UU No. 2 Tahun 2008.
[6] UU No. 2 Tahun 2008
[7] Khelda Ayunita, S.H., M.H. dan Abd. Rais Asman, S.H, M.H., Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media, 2016, hlm. 119-134.